Rabu, 05 November 2008

Gawat Kristenisasi Incar Akhwat



Dengan mengenakan busana Muslimah, kaum pemurtad yang diduga kuat sebagai aktivis Salibis mendatangi masjid-masjid dan tempat kumpul aktivis dakwah yang banyak dikunjungi Muslimah.

Mereka mengincar akhwat untuk dimurtadkan.

Jumat (24/6/2005), tengah hari. Jarum jam menunjukkan angka 10.30 WIB. Di luar, Sang surya memancarkan cahayanya, menjalankan perintah Sang Khalik: menyinari bumi, ciptaan Allah Yang Maha Agung. Manusia pun terlihat lalu-lalang, mengejar rezeki dunia. Padahal waktu shalat Jumat segera tiba.

Tiba-tiba suara telepon redaksi SABILI, berdering. Setelah mengangkat gagang telepon, terdengar suara perempuan menjerit dan ketakutan. “Tolong saya pak. Saat ini saya berada di luar Jakarta. Mereka menculik saya dengan mobil,” telepon Endah (nama samaran), singkat, dengan rasa takut, kepada salah seorang kru SABILI.

Endah adalah seorang akhwat, aktivis dakwah. Bersama teman-teman sebayanya, selama ini gadis berusia 23 tahun itu aktif mengikuti program tahfidzul Qur’an di Pesantren Yapith, Pondok Gede, Bekasi. Selain itu, ia juga rutin mengikuti kajian pekanan (liqo’) gerakan Tarbiyah.

Nasib Endah sungguh ironis. Gadis yang awalnya sangat periang ini sedang diincar gerakan kristenisasi. Endah sedang menjadi target operasi (TO) gerakan pemurtadan yang terselubung. Dengan cara-cara tak terpuji, mereka berusaha keras memurtadkan aktivis masjid ini.

“Penculikan” Endah ini sudah yang kesekian kalinya. Hal itu dibenarkan Yan, kakak Endah. Menurut Yan, tahun 2003 lalu, Endah pernah mengalami nasib serupa. Mereka pernah membawa Endah ke sebuah rumah yang berada di daerah Tanggerang. Di sana, mereka berusaha mencuci otak Endah dengan memberikan doktrin-doktrin Kristen.

Namun usaha mereka ternyata tak terlalu berhasil. Mantan siswi Ma’had Al- Hikmah, Bangka, Jakarta Selatan ini akhirnya berhasil meloloskan diri dari sekapan mereka. Dengan alasan mau kuliah ke Ma’had Al-Hikmah, Endah pun bisa kembali lagi ke rumah. Setelah berhasil lolos, kondisi Endah ternyata agak berubah. Ia sering merasa sakit kepala dan kerap tak sadarkan diri. Dalam keadaan tak sadar itu pula ia sering menyebut-nyebut Yesus, sementara lidahnya terasa berat untuk membaca Qur’an.

Untuk mengatasinya, Endah akhirnya melakukan terapi ruqyah (dibacakan ayat-ayat Qur’an dan doa, sebagaimana dicontohkan Nabi saat mengusir jin dari dalam tubuh manusia). Setelah tim ruqyah berhasil mengeluarkan pengaruh sihir dan jin dari tubuh Endah, kondisi akhwat yang sering mengajar ngaji anak-anak ini lebih mendingan dan bisa kembali beraktivitas seperti sediakala. “Beberapa bulan lalu kondisinya sudah bagus, tapi belakangan ini kambuh lagi,” kata Budi.

Kasus Endah bermula dari sebuah acara di Masjid Istiqlal, beberapa tahun lalu. Waktu itu, Endah didekati seorang perempuan berjilbab, seperti pakaian seorang akhwat (pakaian jubah dengan jilbab panjang). Entah mengapa setelah berkenalan, tiba-tiba Endah terhanyut dan mau saja mendengar omongan perempuan itu. Apalagi dalam obrolan itu, ia sering kali menyinggung tentang gerakan Islam, mulai dari Tarbiyah, Salafi, Jamaah Tabligh hingga Hizbut Tahrir.

Pertemuan Endah dengan perempuan berjilbab itu ternyata berlanjut sampai Endah kuliah di Ma’had Al Hikmah, Bangka, Jakarta Selatan. Perempuan ini acap kali menyatroni Endah ke Ma’had tersebut. Seperti juga pertemuan-pertemuan sebelumnya, seperti dihipnotis, Endah tak kuasa menolak ajakan perempuan berjilbab itu untuk berjalan-jalan. Mereka juga sering kumpul dengan beberapa orang, bak sebuah halaqah, mengkaji Islam.

Mulanya, materi-materi yang disampaikan dalam “halaqah” itu, tidak ada yang bermasalah. Namun lama-kelamaan dirasakan materinya agak menyimpang. Tidak lagi berpandangan positif terhadap Islam, malah menjelek-jelekkan harakah (gerakan) satu dengan harakah lainnya. Bahkan sering kali memfitnah Allah, Islam dan Rasul-Nya.

Kasus ini pun mencapai klimaksnya saat mereka “menculik” dan menyekap Endah di sebuah rumah di luar Jakarta. Semalaman, seorang perempuan yang mengenakan jilbab dan mengenakan kalung salib mendoktrin Endah dengan doktrin-doktrin Kristen. Sejak itu, Endah, yang awalnya gadis periang ini, kini selalu dibayangi rasa takut mendalam karena menjadi incaran gerakan kristenisasi.

Di Bekasi, beberapa waktu lalu juga terjadi kasus serupa. Linda, seorang akhwat berteman akrab dengan seorang perempuan Kristen yang menyebut dirinya dengan “umi”. Saat akhwat ini lengah, perempuan itu mengambil dompetnya. Dompet akhwat ini kemudian diberikan kepada suami si perempuan itu yang juga menyebut dirinya dengan “abi”. “Abi” ini kemudian memanggil akhwat tersebut. Namun setelah pertemuan dengan “abi”, akhwat ini jadi tidak karu-karuan. Kepalanya sering terasa sakit. Saat diperintah suaminya, akhwat ini jadi tak menurut. Ia juga tak lagi senang membaca al-Qur’an. Selain sering menyebut-nyebut nama “umi” dan “abi”, akhwat ini juga sering kebayang-bayang Yesus, Tuhan Kristiani.

Kondisi akhwat itu saat ini sudah pulih kembali. Namun perjuangan memulihkannya cukup berat. Untuk menghilangkan pengaruh jin di tubuh akhwat itu, memakan waktu sekitar tujuh bulan. Selama itu pula keluarga Adi Ambargono ini mendapat tekanan batin karena sering mendapat komentar tidak sedap dari masyarakat sekitar.

Kasus pemurtadan para akhwat ternyata tak hanya terjadi di Jakarta dan Bekasi, tapi juga terjadi di luar Jakarta. Beberapa waktu lalu, kasus yang mirip terjadi di Medan, Sumatera Utara (Sumut). Seorang akhwat, keponakan aktivis gerakan Tarbiyah Medan diculik kelompok Kristen sampai dua kali.

Awalnya, seorang perempuan berjilbab mendekati seorang akhwat. Merasa targetnya sudah percaya, kemudian ia mengajak akhwat ini minta izin tidak masuk sekolah untuk makan-makan dan jalan-jalan. Hal ini terus berlangsung selama kurang lebih tiga bulan. Bak disambar geledek di siang bolong. Ayahnya kaget setelah mendapat kabar bahwa anaknya sudah tiga bulan tidak masuk sekolah dengan alasan izin ke rumah sakit. Padahal setiap hari ia merasa tidak ada masalah karena anaknya selalu berpamitan untuk berangkat sekolah.

Puncaknya, Akhwat ini diculik dan dibawa kabur ke Jambi. Selama dalam perjalanan, mereka memasukkan dan membaptis aktivis Islam ini di gereja. Bahkan, karena berontak, mereka pernah memukul kepala akhwat ini sampai pingsan. Beruntung ia bisa kabur. Namun setelah berhasil pulang, kondisinya sudah tak normal. Akhwat ini sering merasa sakit kepala dan kerap tak mampu mengendalikan diri. Akhirnya, setelah diruqyah, kondisinya mulai pulih kembali.
Tapi kaburnya “buruan” tidak membuat para pemurtad itu patah semangat. Beberapa waktu kemudian, saat seisi rumah tengah tertidur lelap, mereka menaiki loteng dan menculik kembali akhwat tersebut. Orang tua akhwat ini baru tersadar setelah menerima SMS dari penculik yang bunyinya: “Selamat mengambil anakmu yang ada di neraka.”

Langkah cepat segera dijalankan Ustadz Nuh, mantan Ketua PKS Sumut yang kini menjadi anggota DPRD provinsi tersebut. Ia langsung mengontak seluruh kader PKS Sumut. Tak beberapa lama, ada kabar akhwat itu berada di Polres Siantar, setelah sebe lumnya ditemukan di sebuah pohon dalam kondisi terikat. Kini, di Sumut, kasus pemurtadan akhwat tersebut menjadi persoalan serius. Meski kasus kristenisasi ini sudah masuk ke kepolisian, namun sejumlah ormas Islam, seperti DDII, IKADI, PKS dan organisasi Islam lainnya terus mendesak agar Kapolda Sumut segera serius mengusut tuntas kasus ini.

Di Bandung, Jawa Barat upaya-upaya pemurtadan para akhwat, aktivis dakwah, juga marak. SABILI mendapat cerita langsung dari Siti Nurjanah, SS, seorang murrobi (guru) dan aktivis Tarbiyah. Menurutnya, untuk mengincar mangsanya, khususnya para akhwat di Bandung, para misionaris dan kaum pemurtad sering mengenakan simbol-simbol Islam, seperti jilbab panjang dan jubah.

Sasaran mereka adalah akhwat yang baru mengikuti kegiatan Tarbiyah. Karena pemahaman para akhwat ini, baru sebatas belajar dan belum utuh benar pemahaman keislamannya, sehingga besar kemungkinan masih bisa mereka pengaruhi. Untuk memangsa sasaran, biasanya mereka mendatangi tempat-tempat yang menjadi ajang berkumpulnya orang Islam di Bandung, seperti Masjid Salman, Masjid Istiqomah, juga Pusat Dakwah Islam (Pusdai) Jawa Barat. Setelah menyusup ke tempat ramai tersebut, mereka mendekati para akhwat dan berusaha memengaruhi akidah mereka.

Sebut misalnya, cerita yang terjadi di Pusdai (Bandung) beberapa waktu lalu. Saat itu ditemukan seorang perempuan yang mengenakan busana mirip akhwat pada umumnya: berjilbab panjang dan memakai jubah. Secara tak sengaja, saat di toilet seorang akhwat melihat perempuan berjilbab itu memakai kalung Salib. Bahkan saat diperiksa, di dalam tas perempuan tersebut ditemukan Alkitab.

Kecurigaan itu makin terasa saat para akhwat melaksanakan ibadah shalat. Di saat semua orang melakukan rukun Islam kedua itu, perempuan berjilbab tadi tidak melakukannya. “Saya mendapat informasi ini dari aktivis dakwah kampus yang mengikuti kegiatan Tarbiyah,” tegas Siti Nurjanah. Masih di sekitar Bandung, kasus pemurtadan kali ini terjadi di Universitas Winayamukti (Unwim) Jatinangor, Jabar. Korbannya, lagi-lagi akhwat, mahasiswi Universitas Padjajaran (Unpad). Beberapa waktu lalu, ia didekati seorang pria yang mengaku diri sebagai perwira polisi. Sejak pertama kali berkenalan, pria ini terus saja menempel akhwat itu.

Namun belakangan diketahui pria yang mengaku dari kesatuan polisi itu adalah seorang Nasrani. Merasa sudah saatnya, ia pun mengajak akhwat ini menikah dan pindah agama. Setelah menikah, akhwat ini tak pernah mengikuti kegiatan Tarbiyah lagi. Tim Forum Antisipasi Kristenisasi dan Pendangkalan Akidah (FITRAH) juga menceritakan kasus pemurtadan yang nyaris menimpa seorang akhwat, mahasiswi UPI Bandung. Kasusnya terjadi pada akhir tahun 2004 lalu. Mulanya, seorang akhwat diminta memberikan les privat bahasa kepada orang asing beragama Nasrani.

Lama-kelamaan keluarga itu melakukan pendekatan personal. Mereka melakukan pendekatan persuasif, seperti mengajak jalan-jalan bareng. Saat akhwat ini mengalami masalah ekonomi, mereka membantunya. Namun ujung-ujungnya, mereka meminta akhwat ini pindah agama. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, akhirnya ia pergi dari keluarga Nasrani itu.

Kasus pemurtadan akhwat di Sumatera Barat tak kalah hebohnya. Kasus ini terjadi di kampus Politani Universitas Andalas, Payakumbuh beberapa waktu lalu. Sedikitnya 23 akhwat, mahasiswi Politani, kesurupan dan menyebut-nyebut nama Bunda Maria, Yesus dan Salib. September 2003 lalu kasus serupa juga menghantam Madrasah Aliyah Negeri (MAN) II Payakumbuh. Sebanyak sebelas siswi kesurupan dan menunjukkan perilaku aneh, menyebut-nyebut nama Yesus, Bunda Maria, Salib dan menyatakan suka dengan Injil.

Kasus demi kasus pemurtadan yang mengincar akhwat terus menguak ke permukaan. Ibarat fenomena gunung es, yang nampak dan muncul hanyalah sebagian kecil saja. Sementara yang belum muncul ke permukaan, disinyalir masih banyak. Karenanya, sudah seharusnya aparat kepolisian serius menindaklanjuti laporan yang masuk, seperti terjadi di Sumatera Utara.

Sambil menunggu tindakan aparat, yang penting dilakukan Muslim dan Muslimah, khususnya para dai dan daiyah, adalah agar memberikan tarbiyah (pendidikan Islam) secara utuh, sehingga mereka yang kerap jadi sasaran, terhindar dari jerat-jerat pemurtadan yang sedang mengincar. Tak kalah pentingnya adalah, selalu waspada. Beragam info di atas, jadikan pelajaran dan pengalaman, agar terhindar dari upaya-upaya busuk mereka. Jika tidak, gawat!

Rivai Hutapea (Sabili)

Sekali Lagi, Waspadailah terhadap Gerakan Pemurtadan!!!!

Dalam tulisan di harian Republika Jumat, 26 April 2002,dalam tulisan berjudul "Pemurtadan Berkedok Tenaga Kerja," kita diingatkan kembali pada Allah Yarham Dr. Muhammad Nasir yang jauh-jauh hari telah mengingatkan kita akan bahaya kristenisasi. Isu yang selama ini agak luput dari perhatian kaum muslimin, mengingat begitu banyak persoalan baru yang timbul atau sengaja ditimbulkan untuk membuat kita lalai dari permasalahan kristenisasi tersebut.

Masalah kristenisasi ini adalah masalah yang sangat serius, sebab hari ini kita dihadapkan pada kekuatan global misionaris internasional yang semakin berani melakukan aksi-aksi kristenisasinya. Konflik berkepanjangan di Maluku yang diawali dengan insiden Idul Fitri berdarah yang kemudian menjalar ke Poso juga dengan indikasi yang sama, menunjukkan kepada kita begitu hebatnya kekuatan tersebut --dengan dukungan Barat Kristen--, pemerintah dan juga TNI tentu sudah mengetahui siapa otak dan dalang serta pelaku di lapangan yang selalu membuat kerusuhan dan tidak menginginkan kedamaian (padahal damai itu indah).

Keheranan kita begitu bertambah ketika desa kecil bernama Poso tersebut menarik perhatian Amerika serikat sehingga menurunkan senatornya (anggota parlemen) untuk berkunjung ke sana dan mempertanyakan nasib minoritas Kristen yang mengawali kerusuhan dan pembantaian. Begitu juga ketika kunjungan para pejabat Indonesia ke luar negeri. Keadaan ini bertambah parah ketika di kancah internasional umat Islam menjadi tertuduh, dicurigai sebagi terorisme yang harus diwaspadai, yayasannya harus diaudit, serta dituduh dengan berbagai macam tuduhan yang tak berdasar hanya karena ia sebagai muslim? (kasus Tamsil cs di Pilipina). Sementara itu kita tidak pernah tahu berapa banyak dana internasional yang sudah mengalir dan berputar di Indonesia untuk kristenisasi atau untuk penghancuran dan penyelewengan akidah Umat?


Masihkah anda berpendapat Kristenisasi hanya sebuah ILLUSI saja ???



Apabila kita mencoba untuk melakukan survei terhadap kasus-kasus kerusuhan yang bernuansa "SARA" selama ini, ternyata lebih banyak disebabkan ulah "kurang ajar" dari para misionaris dan provokator Kristen, yang kemudian kasus tersebut biasanya tidak pernah selesai dan membuka peluang terulang kembali. Apakah karena banyaknya aparat kita yang mulutnya sudah disumpal, serta tangannya diikat dengan berbagai fasilitas yang menggiurkan? sehingga tidak pernah selesai atau memang tekanan internasional yang begitu kuat menghujam negeri ini? sehingga biarlah masyarakat sendiri yang menyelesaikan kasus tersebut?

Hal kedua yang juga patut diwaspadai adalah merebaknya berbagai pemikiran yang berusaha mempertipis (menghilangkan) kepemilikan terhadap agama, yang intinya bahwa semua agama di dunia ini adalah benar, sama saja, jadi masa bodoh dengan kristenisasi ? Padahal inti dari aliran pemikiran itu adalah manusia tidak perlu beragama. Jelas pemikiran semacam ini sangat membahayakan aqidah umat. Dan tentu saja kelompok orang yang bergairah dengan pemikiran semacam ini mendapat dukungan finansial dari kelompok pertama diatas tadi (salah satu lembaga pemikiran keagaman kaum muda yang cukup dikenal tidak kurang menghabiskan anggaran $ 2 juta dolar pertahunnya, sebuah angka yang cukup fantastis).

Kasus SARA bukan berarti harus didiamkan, karena sangat sensitive mengundang pertikaian. Justru aparat dan pihak berwenang harus pro aktif dalam memberantas dan menanggulangi kasus-kasus SARA agar masyarakat yang terkait kasus itu tidak merasa diabaikan dan diacuhkan aspirasinya. Banyaknya kasus pertikaian SARA justru dipicu oleh sikap aparat dan pihak berwenang yang lebih suka mendiamkan bahkan membiarkan hal itu terjadi. Setelah kerusuhan terjadi, tiba-tiba semua pihak ribut dan menyalahkan masyarakat yang bertindak. Sekali lagi, menyelesaikan masalah SARA bukanlah dengan mendiamkannya dan membiarkannya berlalu ditelan waktu, tapi dengan menyelesaikannya secara hokum yang benar-benar tegas, bukan basa-basi politik semata. Terutama masalah kristenisasi yang sangat gencar di berbagai belahan bumi Nusantara ini.

Dan tak kalah pentingnya. sudah seharusnya tokoh umat bahu membahu membentengi umat ini dari berbagai macam upaya penghancuran aqidah yang memang sangat rapi, terencana, sistematis, dan tentunya dengan dana yang tak terbatas. Hikmah dari semua ini umat Islam didorong oleh Allah untuk lebih banyak berkarya, lebih banyak melakukan amal sholeh dan tidak berpangku tangan, dan tentu saja lebih yakin akan kekuatan dan pertolongan Allah, sebab Allah akan melihat siapa yang menolong agamanya, dan barang siapa menolong agama Allah niscaya Allah akan menolongnya dan menguatkan kedudukannya. Ayo siapa siap daftar membela agama Allah? (Al-Islam)

Pemurtadan Masih Marak

BANDUNG -- Sebanyak 562 orang mengikuti panduan pendidikan dan latihan da'wah kepada kalangan non muslim di Masjid Al-Fajr Bandung. Ratusan orang itu berasal dari Jawa Barat, empat orang dari Jawa Tengah, 12 orang asal Jawa Timur, dua orang dari Kalimantan, dan 26 orang dari Sumatera.

''Diklat ini diadakan karena di lapangan, pemurtadan masih marak,'' ujar Sekjen Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI), Hedi Muhammad, kepada Republika, Ahad (25/6). Ia menambahkan, pergerakan pemuratadan diantaranya terjadi di Garut selatan, Cimenyan, Cikalong Wetan, Banjaran, dan Arjasari Kabupaten Bandung. Sedangkan kantong paling besar di Jabar berada di Kecamatan Caringin dan Cisewu, Kab Garut.

Dikatakan Hedi, FUUI masih menemukan pelanggaran SPB dua Menteri 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah dan SK Menteri Agama Tahun 1978 tentang Penyebaran Agama. Pihaknya sudah mengantongi bukti dan data pemurtadan yang terjadi. Semua bukti itu, kata dia, siap dicek kebenarannya. ''Jika dianggap fitnah kami siap buktikan. Bahkan saksi-saksi pun sudah siap mengungakapkan kejadian di lapangan,'' katanya menandaskan.

Hedi mengatakan, saat ini pihaknya memberikan limit waktu kepada non muslim untuk menahan diri. Waktu yang diberikan terbatas hanya dua pekan. Selama ini, kata dia, umat Islam sudah bersabar. Namun setelah SPB dilanggar, FUUI memandang umat Islam tidak pantas bersabar lagi. Ia mengungkapkan, jika umat Islam terus-menerus diam akan menjatuhkan harga diri umat Islam sendiri.

Selain pelatihan, kata Hedi, akan diadakan simulasi gerakan massa. Simulasi ini akan diadakan antara 15 Juli atau 16 Juli 2006. Berdasarkan data yang diperoleh Republika, peserta mendapatkan beberapa materi. Yakni dakwah mau'idzoh hasanah kepada non muslim, da'wah kepada non muslim, perspektif hukum dan perundang-undangan RI, menyibak pemurtadan dalam filsafat dan sosial budaya, da'wah kepada non muslim berdasar syariat Islam.

Materi lainnya adalah fakta-fakta keberpihakan politik kontekstual terhadap para penggiat pemurtadan, dan imperatif da'wah kepada non muslim. Acara tersebut digelar, Ahad (25/6) dari pukul 08.00-17.00 WIB. Acara tersebut akan ditindaklanjuti dengan simulasi pegerakan massa. (ren )

Awas Qasidah Nasrani (2)

Lirik dan syair qasidah Kristen karya penginjil asal Lamongan, Jawa Timur yang menyebut dirinya Yosua, memang kental bahasa arabnya. Tujuannya jelas, agar umat Islam bisa disusupi ajaran Kristen, Tapi, umat Islam bukan kaum terbelakang yang mudah diperdaya.

Meski dialihbahasakan ke seribu bahasa, jika isinya tentang trinitas dan yesus kristus, umat sudah paham. Apalagi jika bahasa Arab yang digunakan salah susunan tata bahasanya, sang penginjil akan tertipu oleh dirinya sendiri.




Misalnya syair lagu Isa Kalimatulloh. "Fii-bad'i kana al-kalimah. Wa kana al-kalimatu kana 'indillaahi. Huwa fii-bad'i kana 'indillaahi. Bihi ma kana kullu syai'in wa bighoirihi makana syai'in mimma kana". Sang penginjil, seharusnya menulis "indalloohi" bukan "indillaahi", Kata "al-kalimatu" tidak memakai huruf alif. Kata "wal-kalimatu" ditulis "wa kana al-kalimatu". Padahal, syair ini mengutip Injil Yohanes 1:1-3.

Lagu berjudul "Nahmaduka Ya Allah", lirik dan syairnya mirip dengan qasidah umat Islam. Secara umum, syairnya tak bermasalah secara akidah Islam.

Berikut kutipannya : "Nahmaduka ya Allah, nahmaduka ya Allah, Ana nad'u la asmika, ana nad'u la asmika. Allahy ma'rufun lil-mustaqim sholihun lianqiyail qulub".

Terjemahannya, "Kami syukur ya Allah. Aku serukan nama-Mu. Allah itu sungguh baik bagi yang bersih hatinya". Tapi, secara kaidah bahasa Arab, banyak kesalahannya. Misalnya, kata "ma'ruuf", "syukur" dan "al-quluub" ditulis tanpa huruf "wawu mati". Persoalannya, syair ini menjadi alat propaganda Yahudi dengan menyisipkan kalimat "Allahu 'adhimun fi Isra'il" ( Allah itu terkenal di Israel).

Pesan rasialis lain, misalnya pernyataan tidak ada Allah kecuali di Israel. "Sekaang aku tahu, bahwa diseluruh bumi tidak ada Allah kecuali di Israel. Karena itu, terimalah kiranya suatu pemberian dari hambamu ini" (II Raja-raja 5:15).

Demikian juga dengan lagu berjudul Allahu Akbar. Lirik dan nadanya serupa dengan qasidah umat Islam. Syairnya juga cukup bagus. Berikut kutipannya, "Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar, pujilah asma Allah. La ilaha illallah, Tinggikan nama Tuhan. Allahu Akbar fil jannah, tiada yang seperti Dia. Allahu Akbar fiddunya, Allahu Akbar fil-jannah, Allahu ya Allah, pujilah asma Allah".


Tapi, yang serupa belum tentu sama. Karena, dalam syair Allahu Akbar ini diselipkan kalimat "Ya Robbi Al-Masih". Kalimat inilah yang melanggar akidah Islam. Dalam Islam, Allah SWT memiliki sifat Maha Besar (al-kabir). "Sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar." (QS al-Hajj:62, baca juga ar-Ra'd:9 dan al-Mukmin:12).

Karena tak ada sesuatupun yang serupa dengan Allah (QS asy-Syura:11, al-Ikhlas:4), satu-satunya yang layak dan berhak disebut Allahu Akbar (Allah Maha Besar) hanya Allah SWT. Menyebut makhluk ciptaan Allah sebagai Allahu Akbar adalah pelanggaran akidah, disebut musyrik (mempersekutukan Allah).

Keesaan Tuhan dalam Islam juga diakui teolog kristen. Pendeta Dr. Harun Hadiwijono mengakui dalam bukunya Inilah Sahadatku. "Bagi agama Islam dosa yang tidak dapat diampuni adalah syirik, yaitu mempersekutukan Allah. Dalam al-Qur;an surah 4:48 disebutkan, Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, sekalipun Tuhan berkenan mengampuni dosa selain daripada dosa syikrik itu. Agama Islam memang menekankan sekali keesaan Allah," (hlm 195).



Jadi, syair qasidah yang menyebut Isa Almasih sebagai Allahu Akbar, adalah dosa besar yang memusyrikan Allah. Karena Nabi Isa menolak penuhanan terhadap dirinya (QS al-Maaidah:116-118).

Kemusyrikan itu bermula dari doktrin Trinitas (tritunggal) yang diyakini umat Nasrani. Brosur yang dikeluarkan Sekolah Tinggi Teolog Joseph KAM menyebutkan, Allah Tritunggal terdiri dari tiga pribadi, yaitu Allah Bapak, Allah Anak (Yesus) dan Allah Roh Kudus.

"Allah memiliki tiga pribadi yang setara, sehakikat, sekehendak, satu zat, tidak bercampur, tidak berpisah dan tidak berasal mula. Allah bukan hanya Bapak saja, tapi juga Yesus dan Roh Kudus. Bapak bukan Allah dalam keseluruhannya, tapi juga Yesus dan Roh Kudus. Yesus Kristus adalah seratus persen Allah dan seratus persen manusia, namun Allah bukan hanya Yesus Kristus saja, tetapi juga Bapak dan Roh Kudus."

Doktrin diatas adalah slogan yang tidak bisa dibuktikan secara ilmiah, karena tak sesuai dengan fakta yang ada. Bibel sendiri menunjukkan bahwa Yang Maha Besar hanya Tuhan, "Sebab Tuhan Maha Besar sangat terpuji, Ia lebih dahsyat daripada segala Allah," (Mazmur 96:4).

"Tuhan itu Maha Besar dan Tuhan kita itu melebihi segala Allah," (Mazmur 135:5). Sifat Tuhan kekal tak berubah selamanya (Maleakhi 3:6) dan tidak ada yang menyamai-Nya karena tak ada ilah sebelum dan sesudah Dia (Yesaya 43:10). Bibel juga menantang manusia yang ebrbuat musyrik pada-Nya, dalam firman-Nya, "Jadi dengan siapa hendak kamu samakan Allah dan apa yang dapat kamu anggap serupa dengan Dia?" (Yesaya 40:18).

Faktanya, tak ada yang berani menjawab tantangan ini, termasuk Yesus Kristus yang diklaim sebagai "Allahu Akbar" oleh para penginjil. Padahal, Yesus sendiri tak berani menyebut dirinya Allahu Akbar. "Bapaku, yang memberikan mereka kepadaku, lebih besar daripada siapapun, dan seorang pun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa," (Yohanes 10:29).

Kini, setelah dua puluh abad sepeninggal Yesus dari dunia, muncul penginjil yang lancang memberi gelar "Allahu Akbar" pada Yesus. Gelar ini jelas salah alamat. Selain salah secara teologis, syair qasidah yang diciptakannya juga salah secara bahasa. (FAKTA/sabili)

Awas Qasidah Nasrani (1)

Biasanya, syair qasidah berisi tentang dakwah dan peringatan bagi umat Islam. Meski bukan warisan Nabi, qasidah yang digemari kebanyakan umat Islam Indonesiag ini identik dengan budaya Islam. Tapi, para penggemar qasidah, harus waspada. Pasalnya, sentuhan seni ala qasidah bisa dijadikan alat pemurtadan oleh para penginjil.

Salah satunya dilakukan oleh seorang penginjil asal lamongan, Jawa Timur. Ia merilis album qasidah Nasrani yang berisi enam lagu berbahasa Arab, dua lainnya berbahasa Indonesia dan Ibrani. Keenam lagu berbahasa Arab itu berjudul "Isa Almasih Qudrotulloh, Allahu Akbar, Laukanallohu Aba'akum, Isa Kalimatullah, Ahlan Wasahlan Bismirobbina, Nahmaduka Ya Allah".

Pada sampul kaset yang berdurasi 40 menit, terdapat hiasan kaligrafi khas Arab yang melingkari kata Ta'alau ilayya. Masyarakat awam bisa terkecoh dan menganggap sebagai kaligrafi al-Qur'an. Padahal, kaligrafi ini berbunyi : "Ta'alauu Ilayya ya jamili'al mu'tabiina watstsaqiilii al-ahmaali qa ana urihukum.". Kalimat ini adalah terjemahan bahasa Arab Injil Matius 11:28-30, "Marilah kepadaku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, aku akan memberi kelegaan kepadamu."

Dalam pengantarnya, sang vokalias yang mengaku sebagai mantan ustadz dari Lamongan itu menulis, "Syukron Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yesus karena begitu besar kasih karunia-Nya sehingga album ini bisa terselesaikan dengan baik tanpa halangan suatu apapun. Kami sangat berharap, dengan album bahasa Arab ini, bisa menjadi berkat untuk semua kalangan dan dapat dimengerti serta diterima oleh semua masyarakat. Selain daripada itu, dengan lagu bahasa Arab ini semoga bisa mengubah paradigma masyarakat akan kekristenan secara benar."

Jelas sudah, lagu Kristen berirama padang pasir ini bertujuan menjajakan ajaran Kristen dan doktrin Ketuhanan Yesus pada semua orang. Langkah ini salah besar, karena bertentangan dengan ajaran Yesus.

Pertama, Yesus tak pernah memerintahkan para muridnya untuk memanjatkan puji syukur padanya. Injil Lukas mengisahkan, seorang pengemis tuna netra di Yerikho yang disembuhkan Yesus dengan izin Allah hingga bisa melihat, bergembira dengan bersyukur pada Allah, bukan pada Yesus (Injil Lukas 18:35-43). Seluruh rakyat yang menyaksikannya pun turut memuji-muji Allah, bukan Yesus. Ketika memasuki kota Yerusalem dengan mengendarai keledai, Yesus diiringi murid-muridnya dengan gembira seraya memuji Allah, bukan Yesus (Lukas 19:35-37).

Para Nabi dalam Perjanjian Lama juga tak ada yang memanjatkan puji-pujian pada Yesus. Mereka hanya memuji dan bersyukur pada Allah. Nabi Daud mengajarkan untuk memuji Allah (I Samuel 25:32, Mazmur 41:14, mazmur 113:1, Mazmur 150:1). Selain itu, memanjatkan puji syukur pada Yesus nertentangan dengan Alkitab.

"Terpujilah nama Allah dari selama-lamanya sampai selama-lamanya, sebab dari pada Dialah hikmat dan kekuatan" (Daniel 2:20)

Kedua, Yesus mewanti - wanti pada murid untuk menyebarkan ajarannya hanya pada domba-domba yang yhilang dari umat Israel. Mewartakan ajaran Yesus pada bangsa lain adalah sebuah penyimpangan di mata Yesus (Injil Matius 10:5-6)

Pada side A di mulai dengan lagu "Isa Almasih Qudrotulloh". Liriknya antara lain berbunyi, "Isa Almasih Qudrotulloh. Lianna fiihi a'laanallohu. Ana huwa thooriiqu walhaqqu walhabaatuhu. Laa baaji'uu ahadun ilal aba illa bib". Dalam album ini, kalimat tersebut diartikan : "Isa Almasih kekuatan Allah, di dalam dia nyata kebenaran-Nya. Akulah jalan, kebenaran dan hidup, tak seorangpun yang datang kepada Bapa kecuali lewat aku."

Penginjil menganggap, umat islam akan tertipu dengan hal - hal yang berbau Arab. Mereka berharap, umat Islam bisa digiring pada doktrin Kristen melalui "budaya Islam" sendiri. Padahal, umat Islam tak sebodoh itu.


Umat Islam justru akan tertawa, mencibir lantunan sang penginjil ini. Apalagi, syair yang didendangkan menyalahi kaidah bahasa Arab.

Kata "al-qudrotu" dan "al-hayatu" yang seharusnya ditulis dengan huruf ta' marbuthph (tertutup) justru ditulis dengan huruf ta' maftuhah (terbuka). Kata "almasiihu" ditulis tanpa memakain huruf "ya". Kata "ath-thoriiqu" yang seharusnya "ma'rifah" (definite) tulis "nakirah" (indefinite). Kata "al-hayaatu" yang sudah jelas ma'rifat, dijadikan mudhof (disandarkan) pada dhomir (kata ganti) "hu" (dia). Ini membuktikan, pengakuan sang penginjil sebagai mantan ustadz layak diragukan kebenarannya.

Syair "Lianna fiigi a'laanallohu" yang diterjemahkan menjadi "di dalam dia nyata kebenaran-Nya", sama sekali tak jelas juntrungannya. Kata "a'laan" berasal dari "a'lana-yu'linu" yang berarti "mengumumkan". Kata "i'laan" berarti "pengumuman".

Oleh bahasa Indonesia diserap menjadi "iklan". Maka "lianna fiihi a'laanallohu" tak bisa diterjemahkan dengan tepat karena akan menyalahi kaidah bahasa Arab. Dalam injil berbahasa Arab, syair ini terdapat dalam tulisan Paulus yang memusuhi Yesus. "Lianna fiihi mu'lanun birrullohi" (sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah). (Kitab Roma 1:17).

Syair yang paling fatal kerusakannya adalah "Ana huwa thoriiqu wal-haqqu wal-habaatuhu. Laa baaji'uu ahadun ilal aba illaa bib". Jika kalimat ini ditanyakan pada orang Arab, mereka tidak ada yang paham. Kalimat ini diambil dari Injil Yohanes 14:6 yang sangat populer digereja. Dalam ayat ini, teks Arab yang benar adalah "ana huwa ath-thoriiqu wal-haqqu wal-hayaatu. Laisa ahadun ya'tii ilal aabi illaa bii".

Jika para penginjil tak mau disebut "Ente Bahlul", sebaiknya qasidah ini ditarik dari peredaran.
(bersambung/sabili)

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda