Senin, 10 November 2008

Bible Masuk Pesantren


Harian Republika, Kamis (5/1/2005) memberitakan aktivitas sebuah kelompok Kristen (Gideon) dalam mengirimkan Bible ke sekolah-sekolah dan universitas Islam serta pondok pesantren di daerah Ponorogo. Juga, diberitakan respon dari pemerintah (Dirjen Bimas Kristen Depag) dan kalangan tokoh Islam yang mengecam tindakan pengiriman Bible tersebut.

Berita itu lagi-lagi menunjukkan adanya masalah laten dalam hubungan antar umat beragama di Indonesia, yaitu masalah Kristenisasi, penyebaran misi Kristen ke kalangan Muslim. Pada satu sisi, bagi kaum Kristen, misi Kristen adalah misi suci yang wajib mereka emban. Baik kelompok Protestan maupun Katolik di Indonesia, sama-sama menegaskan, bahwa misi Kristen harus tetap dijalankan.

Dari kalangan Protestan, Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), Dr. AA Yewangoe, menegaskan: “Setiap agama mengklaim diri sebagai yang mempunyai misi dari Tuhan, yang mesti diteruskan kepada manusia. Klaim ini adalah klaim imaniah yang tidak dapat diganggu gugat. Memang, tidak dapat dibayangkan sebuah agama tanpa misi, sebab dengan demikian, tidak mungkin agama itu eksis. Agama tanpa misi bukanlah agama… Tanpa misi, gereja bukan lagi gereja.” (Suara Pembaruan, 5/12/2005).

Tetapi, Yewangoe menekankan, agar misi Kristen dilakukan cara-cara yang santun. Ia tidak setuju dengan penggunaan cara-cara misi Kristen, misalnya, melalui cara-cara mendatangi rumah orang Islam dan menyebarkan Bible ke rumah-rumah orang Islam itu. Cara-cara kelompok Gideon dalam menyebarkan Bible kepada orang Muslim selama itu juga banyak ditentang kalangan Kristen sendiri.

Tetapi, misi Kristen harus tetap dijalankan. Caranya, disesuaikan dengan kondisi dan situasi. Bagi kelompok Kristen seperti Gideon, cara seperti itu, dipandang sebagai pemahaman literal dari Markus, 16 :15 : ‘’Pergilah ke seluruh dunia dan beritakanlah Injil kepada segala makhluk.’’

Sebagian kalangan Kristen memahami, ayat Bible itu tidak harus dipahami secara literal, dengan cara membagi-bagikan Injil ke semua orang.

Apa yang dilakukan Gideon dengan cara membagi-bagikan Bible kepada kaum non-Kristen telah lama dilakukan di Indonesia. Tahun 1962, H. Berkhof dan I.H. Enklaar, menulis buku berjudul Sedjarah Geredja, (Djakarta: Badan Penerbit Kristen, 1962), yang menggariskan urgensi dan strategi menjelankan misi Kristen di Indonesia. Berikut ini ungkapan mereka:

“Boleh kita simpulkan, bahwa Indonesia adalah suatu daerah Pekabaran Indjil yang diberkati Tuhan dengan hasil yang indah dan besar atas penaburan bibit Firman Tuhan. Djumlah orang Kristen Protestan sudah 13 juta lebih, akan tetapi jangan kita lupa.... di tengah-tengah 150 juta penduduk! Djadi tugas Sending gereja-gereja muda di benua ini masih amat luas dan berat. Bukan sadja sisa kaum kafir yang tidak seberapa banyak itu, yang perlu mendengar kabar kesukaan, tetapi juga kaum Muslimin yang besar, yang merupakan benteng agama yang sukar sekali dikalahkan oleh pahlawan2 Indjil. Apalagi bukan saja rakyat djelata, lapisan bawah, yang harus ditaklukkan untuk Kristus, tetapi djuga dan terutama para pemimpin masjarakat, kaum cendikiawan, golongan atas dan tengah”.

"Pelaksanaan tugas raksasa itu selajaknya djangan hanya didjalankan dengan perkataan sadja tetapi djuga dengan perbuatan. Segala usaha Pekabaran Indjil jang sudah dimulai pada masa lalu, hendaknya dilandjutkan, bahkan harus ditambah. Penerbitan dan penjiaran kitab2 kini mendapat perhatian istimewa. Penterdjemahan Alkitab kedalam bahasa daerah oleh ahli2 bahasa Lembaga Alkitab, yang sudah mendjadi suatu berkat rohani jang tak terkatakan besarnya, harus terus diusahakan dengan radjin. Perawatan orang sakit tetap mendjadi suatu djalan jang indah untuk menjatakan belas-kasihan dan pertolongan Tuhan Jesus terhadap segala jang tjatjat tubuhnya. Pengadjaran dan pendidikan Kristen pun sekali2 tak boleh diabaikan oleh Geredja… Dengan segala djalan dan daja upaja ini Geredja Jesus Kristus hendak bergumul untuk merebut djiwa-raga bangsa Indonesia dari tjengkeraman kegelapan rohani dan djasmani, supaja djalan keselamatan jang satu2nya dapat dikenal dan ditempuh oleh segenap rakjat.”

Di kalangan Katolik, misi Kristen juga sangat ditekankan, meskipun, pasca Konsili Vatikan II, Gereja Katolik mengubah sikap eksklusifnya terhadap agama-agama non-Katolik. Tahun 1990, induk Gereja Katolik di Indonesia, yaitu KWI (Konferensi Waligereja Indonesia) menerjemahkan dan menerbitkan naskah imbauan apostolik Paus Paulus VI tentang Karya Pewartaan Injil dalam Jaman Modern (Evangelii Nuntiandi), yang disampaikan 8 Desember 1975. Di katakan dalam dokumen ini:

“Pewartaan pertama juga ditujukan kepada bagian besar umat manusia yang memeluk agama-agama bukan Kristen. Gereja menghormati dan menghargai agama-agama non-kristen sebab merupakan ungkapan hidup dari jiwa kelompok besar umat manusia. Agama-agama tadi mengandung gema usaha mencari Allah selama ribuan tahun, suatu usaha mencari yang tidak pernah lengkap tapi kerap kali dilakukan dengan ketulusan yang besar dan kelurusan hati… Agama-agama bukan kristen semuanya penuh dengan “benih-benih Sabda” yang tak terbilang jumlahnya dan dapat merupakan suatu “persiapan bagi Injil” yang benar... Kami mau menunjukkan, lebih-lebih pada zaman sekarang ini, bahwa baik penghormatan maupun penghargaan terhadap agama-agama tadi, demikian pula kompleksnya masalah-masalah yang muncul, bukan sebagai suatu alasan bagi Gereja untuk tidak mewartakan Yesus Kristus kepada orang-orang bukan Kristen. Sebaliknya Gereja berpendapat bahwa orang-orang tadi berhak mengetahui kekayaan misteri Kristus.”

Jadi, misi Kristen untuk mewartakan Bible kepada umat Islam dan agama-agama lain, adalah ajaran pokok dalam Gereja, sebab itu tidak mungkin umat Islam meminta mereka untuk meniadakan ajaran tersebut. Dengan berbagai cara dan bentuk, misi itu tetap dijalankan.



Fakta Bible

Sebelum menolak Bible masuk pesantren atau sekolah-sekolah Islam, umat Islam, khususnya para kyai, mubalig, dan guru-guru Muslim, baiknya memahami dengan cermat, fakta dan realitas Bible itu sendiri. Kalangan Kristen hingga kini juga tiada henti memperdebatkan masalah Bible.

Bagi kaum Kristen, Bible sering disebut juga sebagai “sabda Tuhan” atau “firman Tuhan”. Tetapi, makna “sabda” atau “firman” dalam Bible sangat berbeda maknana dengan “firman Allah” dalam Al-Qur'an. Bagi kaum Muslim, Al-Qur'an adalah – lafdhan wa ma’nan – dari Allah SWT. Teks al-Quran adalah wahyu, sehingga terjemahan Al-Quran dalam bahasa apa pun, tidak dipandang sebagai Al-Qur'an itu sendiri.

Sedangkan Bible Perjanjian Baru (The New Testament) ditulis antara tahun 60-90 M, atau sekitar 30-60 tahun setelah masa Jesus. John Young, dalam Christianity, menyebut bahwa Gospel Markus adalah yang tertua dan selesai ditulis sekitar tahun 65 M. Sedangkan Dr. C. Groenen OFM, dalam bukunya, Pengantar ke Dalam Perjanjian Baru, menulis: “Karangan tertua (1Tes) ditulis sekitar th. 41 dan yang terakhir (entah yang mana) sekitar th. 120.”

Dalam bukunya, Groenen menjelaskan perbedaan antara Konsep Al-Qur'an sebagai ‘firman Allah’ dan Bible sebagai ‘firman Allah’. Dia menulis, bahwa di kalangan Kristen, Bible juga disebut ‘firman Allah yang tertulis’. Tetapi, beda dengan Al-Qur'an, Bible adalah “Kitab suci yang diinspirasikan oleh Allah.” Tetapi, perdebatan di kalangan Kristen tentang makna “inspirasi”, hingga kini belum berakhir.

Groenen menulis: “Kadang kadang “inspirasi” itu diartikan seolah-olah Allah “berbisik-bisik” kepada penulis. Seolah-olah Allah mendiktekan apa yang harus ditulis…. Adakalanya orang sampai menyebut Kitab Suci sebagai “surat Allah kepada umat-Nya”. Tetapi pikiran itu sedikit kekanak-kanakan dan tidak sesuai dengan kenyataan. Tidak dapat dikatakan bahwa (semua) penulis suci “mendengar suara Allah yang mendiktekan” sesuatu. Mereka malah tidak sadar bahwa sedang menulis Kitab Suci!”

Masalah “inspirasi” ini mendapat kajian luas dalam studi Bible. Stefen Leks, dalam bukunya, Inspirasi dan Kanon Kitab Suci, menulis sejarah panjang perdebatan dan pemahaman di kalangan Kristen tentang makna “inspirasi” itu. Akhirnya, setelah mengoleksi sejumlah pendapat tokoh-tokoh Gereja tentang makna “inspirasi”, penulis buku ini menulis satu sub bab berjudul: “Inspirasi: Masalah Yang Belum Tuntas”. Ditulis dalam buku ini:

“Dalam “The Catholic Biblical Quarterly” 1982, No. 44, Thomas A. Hoffman SJ (Inspiration, Normativeness, Canonicity and the Unique Sacred Character of the Bible) menulis bahwa ajaran tentang inspirasi biblis telah memasuki masa yang sulit. Pada tahun 50-an dan awal 60-an, beberapa ahli Katolik ternama (K. Rahner, JL Mckenzie, P. Benoit, LA Schoekel) bukan hanya menyibukkan diri dengan masalah inspirasi, melainkan juga mencetuskan sejumlah gagasan baru. Tetapi kini, sejmlah besar teolog berpendapat bahwa masalah itu sesungguhnya tak terpecahkan. (“there is no solution to this problem”).”

Dalam bukunya ini, Laks juga mengutip ungkapan C. Groenen: “Apa itu inspirasi dan bagaimana jadinya, kurang jelas!”… “Konsili Vatikan II membiarkan halnya kabur dan hanya berkata tentang beberapa akibat inspirasi yang menyangkut hasilnya. Antara lain, secara tradisional, Allah dikatakan “author” (=pengarang) Kitab Suci, tetapi entahlah bagaimana kata itu mesti dipahami.” Selain itu, “Vatikan II menggarisbawahi bahwa inspirasi tidak mematikan aktivitas pribadi para penulis, sehingga betapa suci pun Alkitab, ia tetap manusiawi (bdk. DV, No. 13).”

Masalah otentisitas Bible selalu menjadi perdebatan di kalangan Kristen. Masalahnya, saat ini tidak ada lagi teks Bible yang asli dan dijadikan rujukan terjemahan. Karena teks Bible bukan dipandang sebagai wahyu Tuhan, maka semua terjemahan dikatakan sebagai Bible atau Alkitab, meskipun satu sama lain berbeda-beda. Menurut Prof. Bruce M. Metzger, dua kondisi yang selalu dihadapi oleh penafsir Bible, yaitu (1) tidak adanya dokumen Bible yang original saat ini, dan (2) bahan-bahan yang ada pun sekarang ini bermacam-macam, berbeda satu dengan lainnya. (A Textual Commentary on the Greek New Testament”, United Bible Societies, 1975).

I.J. Satyabudi, dalam bukunya, Kontroversi Nama Allah (2004), mengungkapkan, bahwa penemuan arkeologi biblika sejak tahun 1890 M, sampai 1976 M, telah menghasilkan 5366 temuan naskah-naskah purba kitab Perjanjian Baru berbahasa Yunani yang berasal dari tahun 135 M sampai tahun 1700 M yang terdiri dari 3157 manuskrip yang bervariasi ukurannya... Dari 5366 salinan naskah itu, beberapa sarjana Perjanjian Baru menyebutkan adanya 50.000 perbedaan kata-kata. Bahkan ada beberapa sarjana yang menyebutkan angka 200.000-300.000 perbedaan kata-kata.

Karena ini, kaum Kristen tidak punya Kitab induk dalam bahasa aslinya (Yunani Kuno) yang menjadi rujukan terjemahan Bible seluruh dunia.

Karena itu, wajar jika dijumpai perbedaan dan perubahan yang ‘sangat dinamis’ dalam teks Bible itu sendiri. Sebagai contoh, ambillah, sejumlah versi Bible dalam bahasa Indonesia dengan penerbit yang sama (Lembaga Alkitab Indonesia/LAI). Kitab Imamat 11:7-8 versi LAI tahun 1971 adalah: “dan lagi babi, karena sungguh pun kukunya terbelah dua, ia itu bersiratan kukunya, tetapi dia tiada memamah biak, maka haramlah ia kepadamu. Djanganlah kamu makan daripada dagingnya dan djangan pula kamu mendjamah bangkainya, maka haramlah ia kepadamu.”

Tetapi ayat yang sama versi LAI tahun 2004, sudah mengganti kata ‘babi’ menjadi ‘babi hutan’: “Demikian juga babi hutan, karena memang berkuku belah, yaitu kukunya bersela panjang, tetapi tidak memamah biak, haram itu bagimu. Daging binatang-binatang itu janganlah kamu makan dan bangkainya janganlah kamu sentuh; haram semuanya itu bagimu.”

Kondisi teks Bible semacam ini jauh berbeda dengan kondisi Al-Qur'an, yang tetap dipegang teguh umat Islam, dalam bahasa aslinya, bahasa Arab. Dengan fakta-fakta semacam itu, umat Islam tidak perlu terlalu risau dengan penyebaran Bible oleh kelompok Kristen tertentu ke lembaga-lembaga Islam. Cara-cara kaum Kristen itu memang tidak etis. Tetapi, kaum Muslim jangan sampai terkesan ‘ketakutan’ atau ‘khawatir’ dengan masuknya Bible ke pesantren atau sekolah-sekolah Islam. Yang penting, para kyai atau guru-guru Muslim memahami, apa sebenarnya Bible dan apa bedanya dengan al-Quran. Wallahu a’lam. (Yogyakarta, 6 Januari 2006/hidayatullah.com).

Catatan Akhir Pekan (CAP) Adian Husaini adalah hasil kerjasama antara Radio Dakta FM dan http://www.hidayatullah.com/

KRISTENISASI GLOBAL DATANG MENGANCAM

Pemeluk Islam disebut-sebut mengalami penurunan yang signifikan. Benarkah terjadi gelombang Kristenisasi?

M ajalah Time edisi 30 Juni 2003 lalu, menurunkan tema unik yang mengundang perhatian tersendiri. Dalam edisi yang bergambar Salib emas yang sedang digenggam tersebut, Time menurunkan judul Should Christians Convert Muslim? Haruskah Kristen menarik Muslim? Kira-kira begitu terjemahan bebasnya.


Dalam edisi tersebut dituliskan berbagai kiprah dan kemajuan gerakan Kristenisasi di berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia. Bahkan, dalam peta yang dilampirkan, negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, Brunei, India dan Nigeria termasuk negara-negara dengan jumlah misionaris dan penginjil tertinggi. Dicantumkan dalam peta tersebut, jumlah penginjil dan misionaris yang tersebar di Indonesia diperkirakan 4.001 sampai 10.000 orang aktivis.

Angka di atas adalah data resmi yang bisa terdeteksi. Namun bisa jadi, jumlah yang sebenarnya jauh dari angka yang disebutkan oleh Time. Dengan jumlah dan gerakan yang masif seperti itu, dapat dibayangkan berapa besar angka rekruitmen yang mereka lakukan.

Salah satu cara menarik yang diungkap Time dalam gerakan Kristenisasi ini adalah pendistribusian film-film tentang Jesus ke berbagai negara. Disebutkan, hingga saat ini film-film tersebut telah ditransfer ke dalam 830 bahasa masyarakat yang hidup di dunia. Film-film tersebut didistribusikan dalam format VCD, DVD dan berbagai format lain yang memungkinkan dijangkau oleh penduduk lokal yang menjadi tujuan.

Selain cara dan jumlah Kristenisasi, Time edisi akhir Juni tersebut juga mengutip beberapa pendapat yang menyudutkan Islam dan Rasulullah. Misalnya saja pernyataan yang mengatakan, Yesus bangkit dari kematian dan hidup. Tapi Muhammad tidak, ia mati. Islam teroris dan beberapa pernyataan lain. Satu pernyataan yang tak pantas justru diucapkan oleh seorang petinggi pemerintahan Amerika Serikat. John Aschroft, Jaksa Agung Amerika mengatakan, Islam adalah agama dimana Tuhan memintamu mengorbankan anakmu untuk-Nya. Sedangkan dalam Kristen, Tuhan mengutus anak-Nya untuk berkorban demi kamu.

Jika penghinaan dan pernyataan yang menyudutkan tentang Islam, mungkin sudah bukan berita baru lagi. Tapi benarkah, negara-negara dengan penduduk mayoritas Islam telah bergeser dan berubah? Pdt. Natan Setiabudi, Ketua Persatuan Gereja Indonesia mengiyakan asumsi peningkatan jumlah umat Kristiani. Tanpa menyebut angka, Natan mengatakan bahwa terjadi peningkatan yang cukup signifikan. “Saya tidak tahu persis angka dan persentasenya. Tapi, berdasarkan data keanggotaan, memang terjadi peningkatan setiap tahunnya,” ujar Natan.


Natan juga menambahkan bahwa peningkatan tersebut wajar dan sah-sah saja. “Secara umum, perubahan-perubahan dan peningkatan jumlah pemeluk agama, apapun agamanya, secara universal dan undang-undang dijamin keabsahannya,” ujarnya.

Benarkah terjadi peningkatan? Seberapa besar jumlahnya? Sekretaris Majelis Ulama Indonesia, Ichwan Syam mengatakan, dirinya menganggap pernyataan tentang peningkatan-peningkatan tersebut hanya klaim-klaim semata, tanpa kejelasan data valid. “Kami tidak terlalu peduli dengan klaim-klaim seperti itu. Karena klaim tersebut sifatnya mengejar target-target kelembagaan yang menyangkut donor dana dan macam-macam. Maka harus ditulislah laporan yang menggembirakan,” tandas Ichwan Sam.

Lebih jauh Ichwan mengatakan, yang lebih penting dari itu semua adalah menumbuhkan kesadaran demografis yang dimiliki oleh umat Islam. “Kesadaran demografis ini yang akan membuat umat nanti waspada. Sehingga, jika suatu saat muncul klaim-klaim serupa, umat sendiri yang akan meneliti dan mencari tahu sejauh mana kebenaran beritanya,” terangnya. Ichwan menambahkan, kesadaran tersebut perlu dimunculkan karena selama ini masih terjadi ketidakjelasan data-data, khususnya yang menyangkut masalah keagamaan.

“Dulu memang ada kecenderungan menyembunyikan data-data, khususnya yang berkaitan dengan agama. Katanya sih, ada hal-hal yang sensitif. Jadi ketika ada orang-orang yang ingin mengakses, bahkan kaum akademisi seperti dosen dan mahasiswa, mereka selalu dihalang-halangi,” Ichwan menerangkan. Salah satu alasan pengekangan data ini menurut Ichwan adalah, pendekatan security yang dijalankan oleh Orde Baru.

Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah pemeluk Islam pada sensus yang dilakukan tahun 1990 sebesar 87,7% dari total penduduk Indonesia, baik yang tinggal di pedesaan maupun perkotaan. Sedangkan pada sensus tahun 2000, terjadi peningkatan sebesar 0,2% menjadi 87,9% dari jumlah penduduk.

Sementara itu, jumlah pemeluk Kristen pada tahun 1990 sebesar 5,8 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Tahun 2000, terjadi penurunan menjadi 5,7%. Sedangkan pemeluk Katolik, pada tahun 1990 tercatat sebanyak 3,2% dari jumlah penduduk Indonesia. Pada tahun 2000, terjadi peningkatan pada pemeluk Katolik menjadi 3,3% dari total penduduk Indonesia.

Tapi, meski jumlah pemeluk Islam masih pada urutan teratas, ada ironi-ironi lain yang membuat jumlah tersebut menjadi angka rawan. Misalnya saja pada kategori jumlah pemeluk agama yang masih buta huruf, lebih dari 11% umat Islam masih belum bisa baca tulis. Angka tersebut lebih tinggi dibanding dengan pemeluk Kristen atau pun Katolik.

Dalam kategori lain seperti jumlah pengangguran misalnya, umat Islam tercatat sebagai kelompok dengan angka tertinggi tingkat penganggurnya. Pada tahun 2000 jumlah penganggur laki-laki yang beragama Islam tercatat sebesar 5,4% dan jumlah penganggur perempuan 6,1%. Sementara itu, dalam kelompok agama lain, Katolik pada tahun 2000 tercatat hanya 3,4% untuk kelompok laki-laki dan 3,1% untuk perempuan.

Kategori-kategori seperti di atas cukup menentukan dalam jumlah perkembangan atau penurunan angka pemeluk agama. Umat Islam yang buta huruf dan tingkat ekonomi yang rendah bisa menjadi kelompok paling rawan menjadi korban invansi agama lain. Dan ini menjadi PR paling besar sebagian umat Islam lain yang lebih mampu. Karena seperti yang disabdakan Rasulullah, sesungguhnya kefakiran itu mendekatkan orang kepada kekafiran. Sudahkah kita memberikan perhatian yang cukup?

Herry Nurdi
Sabili.co.id

KALIGRAPHY ISLAM ???

Bisa dipastikan, hampir tak seorang pun umat Islam yang tidak menyukai kaligrafi Islam yang memuat ayat-ayat tertentu dari Al-Qur an. Misalnya, kaligrafi khat Arab bacaan Allah, Muhammad, Basmalah, ayat Kursi, surat Al-Fatihah, dsb. Ini adalah hal yang baik dan perlu dilestarikan. Sebab memajang ayat-ayat dengan tulisan indah di rumah adalah salah satu ekspresi kecintaan kepada Al-Qur'an.

Tetapi, untuk kaligrafi model satu ini dan kaligrafi lainnya yang sejenis, kaum Muslimin jangan tertipu oleh musang berbulu ayam. Sebab kaligrafi ini pun indah dan dijual bebas di berbagai toko buku. Kaligrafi melingkar ukuran setengah meter persegi ini bagian tengahnya bertuliskan 'abana' yang berarti bapa kami. Dalam teologi Kristen, kata ini berarti Allah (Allah Bapak). Bila dibaca dengan teliti, maka bacaan yang lengkap adalah abana alladzi fis-samawati... dst. Tanyakanlah kepada ustadz yang hafal Al-Qur'an, ayat tersebut ada di surat apa dan ayat berapa? Pasti ustadz tersebut akan geleng-geleng kepala seraya menjawab bahwa itu bukan ayat Al-Qur'an.

Jawaban ini tepat sekali, karena kaligrafi ini bukan Al-Qur'an, tapi ayat Bibel, salah satunya adalah tepatnya Injil Matius pasal 6 ayat 9-13 yang terjemahan Indonesianya demikian...

Karena itu berdoalah demikian: Bapak kami yang di sorga, dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.

Entah sudah berapa banyak kaum Muslimin yang menghiasi rumahnya dengan ayat Bibel berupa kaligrafi kristiani tersebut, mengingat kaligrafi itu dijual di seluruh Indonesia. Padahal sebutan Bapak Kami kepada Allah SWT adalah kesalahan besar yang bertentangan dengan Al-Qur'an surat Al-Ikhlash.


See this...!!




Ingat.. Kristenisasi dengan Berkedok Islam adalah cara yang paling ampuh saat ini untuk memurtadkan umat Islam... waspadalah...

Situs 'Islam' yang Menohok Islam

Raut wajah Kheista Ashfia tertekuk kaget saat membaca layar monitor komputer di hadapannya. Siswi kelas dua dan pengurus kegiatan Kerohanian Islam (Rohis) sebuah SMA terkemuka di Bandung itu, membaca kembali apa yang dilihatnya dengan lebih teliti. "Wah, ini situs aspal," katanya. Kemudian dengan satu kali klik, ia pun beralih dari situs asli tapi palsu tersebut.

Benar, hampir saja Kheista mencerap informasi yang tidak ia kehendaki. Sebagai siswi haus ilmu agama yang dianutnya, remaja belasan tahun itu tertarik untuk mengklik situs "answering-islam" ( http://www.answering-islam.org/ ) yang ditemukannya saat berselancar di dunia maya. Ia makin gembira setelah dilihatnya situs itu tidak hanya memakai bahasa Inggris, melainkan aneka bahasa lain di dunia. Ada Arab, Prancis, Jerman, Turki, Thai, Urdu, Rusia, Cina, Finland. Bahkan, bahasa Indonesia, yang kemudian langsung ia klik. "Saya ingin mencari jawaban, tapi yang saya dapat justru jawaban yang sudah dikemas disinformatif," kata dia.

Wajar saja bila remaja seperti Kheista menganggap situs tersebut berisi penyesatan. Saat awal situs itu dibuka, ia menganggap lembaran itu merupakan sebuah forum diskusi yang melibatkan banyak pihak. Apalagi, pada halaman muka situs itu tertera jelas kalimat "sebuah dialog Kristen dan muslim". Tetapi, semakin banyak ia mengklik aneka topik yang tersedia, keningnya semakin berkerut kaget.

Betapa tidak, alih-alih bisa mendapatkan info netral, beberapa topik seperti Wanita Dalam Islam, Alquran, Indeks Islam, Siapakah Tuhan, dan sebagainya, justru semakin membuatnya curiga ada sesuatu yang salah. Kheista mencontohkan, dalam topik Wanita Dalam Islam, terkesan seolah Islam membenarkan adanya kekerasan dalam rumah tangga. "Masak di sana disebutkan, Islam membolehkan suami memukul istri mereka," kata Kheista. Apalagi dalam topik Mengapa Mereka Beralih? "Eh, ternyata isinya orang-orang Islam dari seluruh dunia yang berpindah ke agama lain," kata dia. Sejak membuka topik itulah, Kheista yakin bahwa situs yang dibukanya penuh penyesatan.

Upaya disinformasi itu lebih terasa dalam topik Islam dan Terorisme. "Dengan membacanya, pemandu situs itu seolah menggiring bahwa Islam itu agama yang membolehkan teror." kata dia. Apalagi berkaitan dengan topik paling hangat, soal kartun Nabi. Jauh dari menuntaskan persoalan, situs itu bahkan mempersoalkan reaksi umat Islam, seraya menjejalkan kesimpulan bahwa tidak ada larangan untuk menggambarkan Nabi Muhammad dalam lukisan. Sebenarnya, bila Kheista lebih rajin berselancar, puluhan situs aspal lainnya dengan gampang bisa nyangkut terklik tetikusnya. Contoh gampang, di ranah maya, betapa gampang kita menemukan situs semisal http://www.aboutislam.com,/ http://www.thequran.com,/ ataupun situs http://www.allahassurance.com/ Jangan salah, meski namanya menyiratkan keislaman, situs-situs tersebut tidak lebih dari upaya disinformasi mengenai Islam.

Bukalah aboutislam. Situs yang lebih berfungsi sebagai milis itu, penuh dengan aneka topik 'dialog Islam-Kristen'. Hanya, bila dibandingkan dengan answering-islam, situs itu jauh lebih beradab. Paling tidak, selain menampilkan mereka yang beralih ke agama lain, ada bagian lain situs itu yang juga memuat nama-nama para mualaf. "Itu tampilan baru," tulis seseorang yang mengaku bernama Basmah dalam situs itu. "Sebelumnya, Anda, pengelola aboutislam, telah lama mengesankan sikap yang justru anti-Islam." Basmah memberikan komentar dalam topik Tentang About Islam.

Adapun situs Thequran, tampaknya memang ditujukan untuk dunia Arab, atau mereka yang mengerti bahasa dan huruf Arab. Pasalnya, situs itu memang hanya menampilkan diri dengan huruf dan bahasa Arab, tanpa yang lain. Persoalannya, siapakah yang berada di belakang situs-situs tersebut? Pencarian melalui situs Internic juga tidak banyak memberi keterangan berarti. Allahassurance.com didaftarkan oleh The Tidewinds Groups, yang beralamat surat di PO Box 189, Marblehead, Maryland, Amerika. Itu saja. yang lain bahkan tidak tercatat pemiliknya. Mungkin karena misterius itulah, beberapa waktu terakhir bahkan beredar rumor bahwa keempat situs tersebut dibuat oleh kalangan Zionis Israel. Kabar burung yang sukar ditelusuri kebenarannya, tentu.

Tetapi, memang itulah dunia internet. Menurut pakar teknologi komunikasi, Roy Suryo, sangat mungkin siapa di belakang sebuah situs tidak tercatat dan terlacak. "Itulah repotnya dunia internet. Kita kadang tidak bisa tahu apa di balik munculnya sebuah situs, siapa yang memublikasi, dan sebagainya," kata Roy.

Meskipun setiap situs teregistrasi di Internet Corporation for Assigned Names and Numbers (www.icann.org), tambah Roy, tidak bisa dijamin secara pasti siapa pemilik sesungguhnya situs tersebut.

Bahkan, menurut dia, kalaupun nomor internet protocolnya bisa terlacak, mungkin saja nama yang digunakan juga aspal, alias nama samaran. Persoalan bisa tambah rumit, manakala ditelusuri berdasarkan nomor rekening yang digunakan pun, ternyata rekening dan --mungkin saja-- kartu kredit yang dipakai pun bodong dan hasil curian juga. "Internet saat ini benar-benar media terbuka," kata dia.

Alhasil, hal itu membuat kesulitan tersendiri, kala muncul pihak-pihak yang memublikasikan sebuah situs yang sengaja dibuat untuk tujuan disinformasi. Seperti situs-situs di atas tadi.

Menurut Roy, semua akhirnya terpulang pada pengguna internet sendiri. Merekalah yang harus waspada, apakah sebuah situs bisa dipercaya, atau justru harus segera ditinggalkan. "Merekalah akhirnya yang harus menentukan. Terus mengakses dan memercayai informasinya, atau ganti situs lain yang lebih kredibel," kata pakar yang seringkali dimintai bantuan dalam kaitan investigasi oleh Mabes Polri tersebut.

( dsy/c38/Republika )

Metode Pemurtadan Mutakhir : Penyusupan Kitab Kristen di Rumah Islam

Teologi Musang Berbulu Ayam - tetap berlangsung dan akan terus berlangsung, Busana Muslim, Kaligrafi kristiani, buku Bibel berwajah Islam dan pendidikan Kristen berkedok Sufi itu hanyalah sekelumit sampel untuk membuktikan bahwa Gerakan Kristenisasi berkedok Islam itu benar-benar realita dan bukan isu. Berbagai cara dan tipu daya ditempuh oleh musuh-musuh Islam agar umat Islam tak memiliki komitmen yang tinggi terhadap agama, kitab suci dan Tuhannya.

Cara kasar melalui penjajahan yang memboncengi misi 3M: Military (militer), Merchanary (perdagangan) and Missionary (Penginjilan), sudah tidak asing lagi di telinga kita. Karena bangsa kita adalah saksi sejarah objek misi 3M yang dilakukan oleh penjajah Belanda dan negara Eropa lainnya.

Jalur liberalisasi agama yang membiayai para tokoh untuk dicuci otaknya (brain wash) untuk menyebarkan faham liberal pun bukan rahasia umum lagi di tanah air. Mereka diper­alat untuk me­murtad­­kan umat Islam murtad perlahan-lahan, sehingga merasa Islam tapi idealismenya non Islam; menentang syariat Islam; menafsir­kan kitab suci menurut metodologi kafir sehingga bisa meng­halal­kan apa yang diharamkan oleh Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah.

Sekarang, ada jalur lain yang sedang gencar dilakukan untuk menyusupkan kitab Kristiani ke dalam otak kaum Muslimin. Jika kita tidak waspada, maka tanpa sadar, kitab Kristiani akan masuk ke dalam rumah kita dan meracuni keluarga kita.


Kaligrafi Kristiani Dijual Bebas

Bisa dipastikan, hampir tak seorang pun umat Islam yang tidak menyukai kaligrafi Islam yang memuat ayat-ayat tertentu dari Al-Qur‘an. Misalnya, kaligrafi khat Arab bacaan Allah, Allahu Akbar, Muhammad, Basmalah, ayat Kursi, surat Al-Fatihah, dll. Ini adalah hal yang baik dan perlu dilestarikan. Sebab memajang ayat-ayat dengan tulisan indah di rumah adalah salah satu ekspresi kecintaan kepada Al-Qur‘an.

Tetapi, untuk kaligrafi model satu ini –dan kaligrafi lainnya yang sejenis– kaum Muslimin jangan tertipu oleh musang berbulu ayam. Sebab kaligrafi ini pun indah dan dijual bebas di berbagai toko buku. Kaligrafi melingkar ukuran setengah meter persegi ini bagian tengahnya bertuliskan “abana” yang berarti “bapa kami”. Dalam teologi Kristen, kata ini berarti Allah (Allah Bapak). Bila dibaca dengan teliti, maka bacaan yang lengkap adalah “abana alladzi fis-samawati....dst”.

Tanyakanlah kepada ustadz yang hafal Al-Qur‘an, ayat tersebut ada di surat apa dan ayat berapa? Pasti ustadz tersebut akan geleng-geleng kepala seraya menjawab bahwa itu bukan ayat Al-Qur‘an. Jawaban ini tepat sekali, karena kaligrafi ini bukan Al-Qur‘an, tapi ayat Bibel, tepatnya Injil Matius pasal 6 ayat 9-13 yang terjemah Indonesianya demikian:

“Karena itu berdoalah demikian: Bapak kami yang di sorga, dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan jangan­lah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.”

Entah sudah berapa banyak kaum Muslimin yang menghiasi rumah­nya dengan ayat Bibel berupa kaligrafi kristiani tersebut, mengingat kaligrafi itu dijual di seluruh Indonesia. Padahal sebutan “Bapak Kami” kepada Allah adalah kesalahan besar yang bertentangan dengan Al-Qur`an surat Al-Ikhlash 1-4.


Penyusupan Bibel Berwajah Islam

Di berbagai toko buku baik Islam maupun umum, buku Mutiara Hikmah Nabi Sulaiman ini dipajang di rak kisah para nabi Allah, sederet dengan Shirah Nabi Muhammad, Qishshul Anbiya, dan lain-lain.

Isinya pun tak ada yang istimewa, hanya berupa puisi-puisi tentang kehidupan, dunia, keadilan, kebenaran dan cinta. Tetapi, bila tidak teliti, maka buku ini akan diyakini oleh pembaca sebagai hikmat peninggalan Nabi Sulaiman. Padahal, sama sekali bukan!!

Kita bisa mengatakan buku ini sebagai Bibel berkedok Islam, karena petunjuk sinopsis di halaman sampul belakang (back cover). Di situ ditulis sebagai berikut:

“Nabi Sulaiman bersajak mengenai banyak hal, dari pepohonan sampai hewan. Ia menggubah tiga ribu pepatah dan seribu lima nyanyian. Sebagian dari pepatahnya dimuat dalam buku Mutiara Hikmah Nabi Sulaiman dan balam buku Alkhatib, sedangkan sebagian dari nyanyiannya dimuat dalam buku Syirul Asyar. Sebagai tulisan yang diilhamkan Allah, Hikmah Nabi Sulaiman terhisab ke dalam jenis tulisan puisi yang segolongan dengan kitab Zabur. Tulisan ini telah diterjemahkan ke dalam ratusan bahasa: bahasa Inggris, Perancis, Cina, Arab, Rusia, Spanyol dan masih banyak lagi. Mutiara Hikmah Nabi Sulaiman pertama kali diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu (cikal-bakal bahasa Indonesia pada tahun 1733 di Jakarta. Terbitan yang ada di tangan Anda sekarang merupakan pemutakhiran dari terjemahan tahun 1912 oleh WG Shellebear, yang ditulis dengan huruf Jawi-Arab dan dicetak serta diterbitkan di Singapura.”

Dari kutipan di atas, ada dua pentunjuk kuat bahwa buku ini adalah Bibel bergaya Islam. Pertama, Istilah Alkhatib dan Syirul Asyar adalah nama kitab Perjanjian Lama (Old Testament) dalam Alkitab (Bibel), Kitab Suci Kristen. Kedua istilah Alkitab masa 1960 ke bawah ini, sekarang sudah tidak dipakai lagi, diganti dengan kata yang lebih populer, yaitu “Kitab Peng­khotbah” dan “Kitab Kidung Agung.”

Kedua, nama Shellebear yang disebut-sebut sebagai pener­jemah pertama buku ini ke dalam bahasa Melayu. Nama lengkap­nya adalah William Giddle­stone Shella­bear, seorang perwira tentara Inggris yang juga seorang missio­naris kelahiran tahun 1863. Tahun 1866 ia ditugaskan ke Singapura sebagai komandan pasukan Melayu yang menjaga pelabuhan di sana. Tahun 1890 ia pensiun dari tugasnya dan mulai bekerja sebagai missionaris Metodist. Tekadnya untuk menyebarkan Bibel ke dalam bahasa Melayu begitu tinggi. Maka dengan bantuan beberapa anggota Gereja Metodist, Shellabear mulai menerjemahkan beberapa bagian Bibel ke dalam bahasa Melayu. Maka dia merintis penerbitan Kristen yang diberi nama Penerbit Metodis (sekarang disebut Penerbit Malaya). Shellabear tidak sendiri menerbitkan Bibel ke dalam bahasa Melayu. Ia bekerjasama dengan Uskup Hose dari Gereja Anglican dan WH Gomes dari The Society for the Propagation of the Gospel.

Jelaslah, bahwa buku Mutiara Hikmah Nabi Sulaiman yang bergaya Islam itu sebenarnya bukan bacaan Islam, melainkan terjemah Bibel bergaya Islam. Umat Islam harus tahu itu, jangan tertipu oleh kulit.


Pendidikan Kristen Berkedok Tasawuf

Siapapun orangnya, ketika menjadi seorang ayah atau ibu, pasti mendambakan agar anak-anaknya kelak menjadi anak-anak yang shalih-shalihah. Satu-satunya langkah yang ditempuh adalah pendidikan anak secara Islami yang efektif dan tepat. Untuk mendukung ini, maka buku adalah andalan utamanya. Buku adalah guru yang tak pernah marah.

Tapi, bila sudah di toko buku, Anda jangan tertipu oleh buku-buku liberal dan buku sesat yang terkontami­nasi faham Kristen. Contohnya adalah buku “Metode Mendidik Anak Secara Sufi dari Kandungan Hingga Remaja” tulisan Inayat Khan, tokoh Sufi asal India.

Dengan judul yang menarik dan gaya bahasa yang menggelitik, buku ini memang enak dibaca. Tapi jangan tertipu, sebab banyak racun akidah di dalamnya. Dalam buku bertajuk Pendidikan Sufi itu setebal 166 halaman itu, Inayat Khan mengajarkan pendidikan anak dari kandungan hingga remaja dengan berbagai tahap. Setiap tahapnya disesuaikan dengan ayat-ayat dalam kitab Kejadian (Bibel) tentang peristiwa kejatuhan Adam dari Taman Eden.

Racun yang paling berbahaya adalah ketika Inayat Khan memberikan resep pendidikan anak tentang pengenalan kepada Tuhan. Menurutnya, pendidikan ketuhanan yang terbaik bagi anak adalah Konsep Trinitas Kristiani, bahwa Tuhan itu dikenal dengan tiga oknum Tuhan Bapak (Allah), Tuhan Anak (Yesus) dan Tuhan Roh Kudus:

“Ajaran Kristen adalah memberi umat manusia gambaran ideal tentang Tuhan, Tuhan sebagai Bapa di Surga. Dan apa alasannya? Alasannya adalah bahwa hal itu memungkinkan. Bahkan anak kecil pun dapat memahami gagasan tentang: Bapa, Bapa di Surga, Bapa yang sebenarnya” (halaman 51).

Pendidikan Kristen ber­kedok Sufi dalam buku tulisan Inayat Khan ini semakin terbukti dengan pengakuannya pada halaman 77, bahwa pendidikan anak yang diterapkannya adalah konsep Bibel:

“Di masa kecillah jiwa bersifat responsive, dan jika keidealan-Tuhan (God Ideal) ditanamkan kepada anak, pada saat itulah maka orang tua atau wali telah melakukan apa yang dikatakan Yesus, “Pertama sekali carilah olehmu kerajaan Tuhan... dan segala sesuatu ini akan ditambahkan kepadamu.” Kita memberi anak langkah awal di jalan Tuhan; dan itu pelajaran pertama yang harus diberikan di masa kecil.”

Dari kutipan Injil Matius 6:33 ter­sebut, tidak bisa dipungkiri bahwa buku Sufi ajaran Inayat Khan itu adalah Pendidikan Kristen berkedok Sufi.


Teologi Musang Berbulu Ayam
Kaligrafi kristiani, buku Bibel berwajah Islam dan pendidikan Kristen berkedok Sufi itu hanyalah sekelumit sampel untuk membuktikan bahwa Gerakan Kristenisasi berkedok Islam itu benar-benar realita, bukan isu. Mereka melakukan misi itu sesuai dengan teologi Paulus dalam Bibel:

“Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi.

Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat. Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku tidak hidup di luar hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum Kristus, supaya aku dapat memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat.

Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah, supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka” (I Korintus 9: 20-22).

Dalam aplikasinya, untuk menginjili orang Yahudi, harus berpura-pura seperti Yahudi, kepada Ahli Taurat harus menyamar seperti Ahli Taurat. Lantas, dalam praktik­nya, kepada umat Islam harus berkedok Islam. Maka umat Islam harus menyadari ancaman dan bahaya misi itu! MAG

(Dicuplik dari Majalah Tabligh Edisi Desember 2004)


Buku Shirotol Mustaqim yg bamyak beredar di SUMBAR


Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda