Rabu, 24 Desember 2008

Fatwa Ulama Seputar Perayaan Natal dan Tahun Baru (Masehi)

Fatwa dari Komisi Tetap Saudi Arabia

Sesungguhnya nikmat terbesar yang diberikan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala kepada hamba-Nya adalah nikmat Islam dan iman serta istiqomah di atas jalan yang lurus. Allah Subhannahu wa Ta'ala telah memberitahukan bahwa yang dimaksud jalan yang lurus adalah jalan yang ditempuh oleh hamba-hamba-Nya yang telah diberi nikmat dari kalangan para nabi, shiddiqin, syuhada dan sholihin (Qs. An Nisaa :69). Jika diperhatikan dengan teliti, maka kita dapati bahwa musuh-musuh Islam sangat gigih berusaha memadamkan cahaya Islam, menjauhkan dan menyimpangkan ummat Islam dari jalan yang lurus, sehingga tidak lagi istiqomah. Hal ini diberitahukan sendiri oleh Allah Ta'ala di dalam firman-Nya, diantaranya, yang artinya:

"Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesung-guh-Nya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. 2:109).

Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala yang lain, artinya:

Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kamu menghendakinya menjadi beng-kok, padahal kamu menyaksikan". Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan. (QS. 3:99)

"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menta'ati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu kebelakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi". (QS. 3:149)

Salah satu cara mereka untuk menjauhkan umat Islam dari agama (jalan yang lurus) yakni dengan menyeru dan mempublikasikan hari-hari besar mereka ke seluruh lapisan masyarakat serta dibuat kesan seolah-oleh hal itu merupakan hari besar yang sifatnya umum dan bisa diperingati oleh siapa saja.

Sesungguhnya kaum Yahudi dan Nashara menghubungkan hari-hari besar mereka dengan peristiwa-peritiwa yang terjadi dan menjadikannya sebagai harapan baru yang dapat memberikan keselamatan, dan ini sangat tampak di dalam perayaan milenium baru (tahun 2000 lalu), dan sebagian besar orang sangat sibuk memperingatinya, tak terkecuali sebagian saudara kita -kaum muslimin- yang terjebak di dalamnya. Padahal setiap muslim seharusnya menjauhi hari besar mereka dan tak perlu menghiraukannya.

Perayaan yang mereka adakan tidak lain adalah kebathilan semata yang dikemas sedemikian rupa, sehingga kelihatan menarik. Di dalamnya berisikan pesan ajakan kepada kekufuran, kesesatan dan kemungkaran secara syar'i seperti: Seruan ke arah persatuan agama dan persamaan antara Islam dengan agama lain. Juga tak dapat dihindari adanya simbul-simbul keagamaan mereka, baik berupa benda, ucapan ataupun perbuatan yang tujuannya bisa jadi untuk menampakkan syiar dan syariat Yahudi atau Nasrani yang telah terhapus dengan datangnya Islam atau kalau tidak agar orang menganggap baik terhadap syariat mereka, sehingga biasanya menyeret kepada kekufuran. Ini merupakan salah satu cara dan siasat untuk menjauhkan umat Islam dari tuntunan agamanya, sehingga akhirnya merasa asing dengan agamanya sendiri.

Telah jelas sekali dalil-dalil dari Al Quran, Sunnah dan atsar yang shahih tentang larangan meniru sikap dan perilaku orang kafir yang jelas-jelas itu merupakan ciri khas dan kekhususan dari agama mereka, termasuk di dalam hal ini adalah Ied atau hari besar mereka. Ied di sini mencakup segala sesuatu baik hari atau tempat yang diagung-agungkan secara rutin oleh orang kafir, tempat di situ mereka berkumpul untuk mengadakan acara keagamaan, termasuk juga di dalam hal ini adalah amalan-amalan yang mereka lakukan. Keseluruhan waktu dan tempat yang diagungkan oleh orang kafir yang tidak ada tuntunannya di dalam Islam, maka haram bagi setiap muslim untuk ikut mengagungkannya.

Larangan untuk meniru dan memeriahkan hari besar orang kafir selain karena adanya dalil yang jelas juga dikarenakan akan memberi dampak negatif, antara lain:

o Orang-orang kafir itu akan merasa senang dan lega dikarenakan sikap mendukung umat Islam atas kebatilan yang mereka lakukan.

o Dukungan dan peran serta secara lahir akan membawa pengaruh ke dalam batin yakni akan merusak akidah yang bersangkutan secara bertahap tanpa terasa.

o Yang paling berbahaya ialah sikap mendukung dan ikut-ikutan terhadap hari raya mereka akan menumbuhkan rasa cinta dan ikatan batin terhadap orang kafir yang bisa menghapuskan keimanan. Ini sebagaimana yang difirmankan Allah Ta'ala, artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya o-rang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim". (QS. 5:51)

Dari uraian di atas, maka tidak diperbolehkan bagi setiap muslim yang mengakui Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai nabi dan rasul, untuk ikut merayakan hari besar yang tidak ada asalnya di dalam Islam, tidak boleh menghadiri, bergabung dan membantu terselenggaranya acara tersebut. Karena hal ini termasuk dosa dan melanggar batasan Allah. Dia telah melarang kita untuk tolong-menolong di dalam dosa dan pelanggaran, sebagaimana firman Allah, artinya: "Dan tolong-menolonglah kamu di dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya." (QS. 5:2).

Tidak diperbolehkan kaum muslimin memberikan respon di dalam bentuk apapun yang intinya ada unsur dukungan, membantu atau memeriahkan perayaan orang kafir, seperti : iklan dan himbauan; menulis ucapan pada jam dinding atau fandel; menyablon/membuat baju bertuliskan perayaan yang dimaksud; membuat cinderamata dan kenang-kenangan; membuat dan mengirimkan kartu ucapan selamat; membuat buku tulis;memberi keistimewaan seperti hadiah /diskon khusus di dalam perdagangan, ataupun (yang banyak terjadi) yaitu mengadakan lomba olah raga di dalam rangka memperingati hari raya mereka. Kesemua ini termasuk di dalam rangka membantu syiar mereka.

Kaum muslimin tidak diperbolehkan beranggapan bahwa hari raya orang kafir seperti tahun baru (masehi), atau milenium baru sebagai waktu penuh berkah (hari baik) yang tepat untuk memulai babak baru di dalam langkah hidup dan bekerja, di antaranya adalah seperti melakukan akad nikah, memulai bisnis, pembukaan proyek-proyek baru dan lain-lain. Keyakinan seperti ini adalah batil dan hari tersebut sama sekali tidak memiliki kelebihan dan ke-istimewaan di atas hari-hari yang lain.

Dilarang bagi umat Islam untuk mengucapkan selamat atas hari raya orang kafir, karena ini menunjukkan sikap rela terhadapnya di samping memberikan rasa gembira di hati mereka. Berkaitan dengan ini Ibnul Qayyim rahimahullah pernah berkata, "Mengucapkan selamat terhadap syiar dan simbol khusus orang kafir sudah disepakati kaharamannya seperti memberi ucapan selamat atas hari raya mereka, puasa mereka dengan mengucapkan, "Selamat hari raya (dan yang semisalnya), meskipun pengucapnya tidak terjerumus ke dalam kekufuran, namun ia telah melakukan keharaman yang besar, karena sama saja kedudukannya dengan mengucapkan selamat atas sujudnya mereka kepada salib. Bahkan di hadapan Allah, hal ini lebih besar dosanya daripada orang yang memberi ucapan selamat kapada peminum khamr, pembunuh, pezina dan sebagainya. Dan banyak sekali orang Islam yang tidak memahami ajaran agamanya, akhirnya terjerumus ke dalam hal ini, ia tidak menyadari betapa besar keburukan yang telah ia lakukan. Dengan demikian, barang siapa memberi ucapan selamat atas kemaksiatan, kebid'ahan dan lebih-lebih kekufuran, maka ia akan berhadapan dengan murka Allah". Demikian ucapan beliau rahimahullah!

Setiap muslim harus merasa bangga dan mulia dengan hari rayanya sendiri termasuk di dalam hal ini adalah kalender dan penanggalan hijriyah yang telah disepakati oleh para Sahabat Radhiallaahu’anhumma, sebisa mungkin kita pertahankan penggunaannya, walau mungkin lingkungan belum mendukung. Kaum muslimin sepeninggal sahabat hingga sekarang (sudah 14 abad), selalu menggunakannya dan setiap pergantian tahun baru hijriyah ini, tidak perlu dengan mengadakan perayaan-perayaan tertentu.

Demikianlah sikap yang seharusnya dimiliki oleh setiap mukmin, hendaknya ia selalu menasehati dirinya sendiri dan berusaha sekuat tenaga menyelamatkan diri dari apa-apa yang menyebabkan kemurkaan Allah dan laknatNya. Hendaknya ia mengambil petunjuk hanya dari Allah dan menjadikan Dia sebagai penolong.

Fatwa Komisi Tetap untuk Penelitian Ilmiyah dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi tentang Perayaan Milenium Baru tahun 2000.



Tertanda

Ketua: Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh

Anggota: Syaikh Abdullah bin Abdur Rahman Al-Ghadyan, Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid, Syakh Shalih bin Fauzan Al Fauzan

KEPUTUSAN KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA TENTANG PERAYAAN NATAL BERSAMA

KEPUTUSAN KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
TENTANG
PERAYAAN NATAL BERSAMA

Memperhatikan:
1. Perayaan Natal Bersama pada akhir-akhir ini
disalahartikan oleh sebagian ummat Islam dan disangka sama
dengan ummat Islam merayakan Maulid Nabi Besar Muhammad Saw.
2. Karena salah pengertian tersebut ada sebagian orang Islam
yang ikut dalam perayaan Natal dan bahkan duduk dalam
kepanitiaan Natal.
3. Perayaan Natal bagi orang-orang Kristen adalah merupakan
Ibadah.

Menimbang:
1. Ummat Islam perlu mendapat petunjuk yang jelas tentang
Perayaan Natal Bersama.
2. Ummat Islam agar tidak mencampur-adukkan Aqidah dan
Ibadahnya dengan Aqidah dan Ibadah agama lain.
3. Ummat Islam harus berusaha untuk menambah Iman dan
Taqwanya kepada Allah Swt.
4. Tanpa mengurangi usaha ummat Islam dalam Kerukunan Antar
ummat Beragama di Indonesia.

Meneliti kembali:
Ajaran-ajaran agama Islam, antara lain:
A. Bahwa ummat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan
bergaul dengan ummat agama-agama lain dalam masalah-masalah
yang berhubungan dengan masalah keduniaan, berdasarkan atas:
Al Hujarat: i3; Lukman:15; Mumtahanah: 8 *).
B. Bahwa ummat Islam tidak boleh mencampur-adukkan aqidah
dan peribadatan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama
lain, berdasarkan Al Kafirun: 1-6; Al Baqarah: 42.*)
C. Bahwa ummat Islam harus mengakui kenabian dan kerasulan
Isa Al Masih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada
para Nabi yang lain, berdasarkan: Maryam: 30-32; Al
Maidah:75; Al Baqarah: 285.*)
D. Bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih
daripada satu, Tuhan itu mempunyai anak dan Isa Al Masih itu
anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik, berdasarkan: Al
Maidah:72-73; At Taubah:30.*)
E. Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan kepada
Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya, agar
mereka mengakui Isa dan ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. Isa
menjawab Tidak. Hal itu berdasarkan atas Al Maidah:
116-118.*)
F. Islam mengajarkan bahwa Allah Swt itu hanya satu,
berdasarkan atas: Al Ikhlas 1-4.*)
G. Islam mengajarkan kepada ummatnya untuk menjauhkan diri
dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah Swt serta
untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik
kemaslahatan, berdasarkan atas: hadits Nabi dari Numan bin
Basyir (yang artinya): Sesungguhnya apa-apa yang halal itu
telah jelas dan apa-apa yang haran itu pun telah jelas, akan
tetapi di antara keduanya itu banyak yang syubhat (seperti
halal, seperti haram ), kebanyakan orang tidak mengetahui
yang syubhat itu. Barang siapa memelihara diri dari yang
syubhat itu, maka bersihlah Agamanya dan kehormatannya,
tetapi barangsiapa jatuh pada yang syubhat maka berarti ia
telah jatuh kepada yang haram, misalnya semacam orang yang
menggembalakan binatang di sekitar daerah larangan maka
mungkin sekali binatang itu makan di daerah larangan itu.
Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai larangan dan
ketahuilah bahwa larangan Allah ialah apa-apa yang
diharamkanNya (oleh karena itu yang haram jangan didekati).

Majelis Ulama Indonesia MEMFATWAKAN:

1. Perayaan natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan
dan menghormati Nabi Isa As, akan tetapi natal itu tidak
dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
2. Mengikuti upacara natal bersama bagi ummat Islam hukumnya
haram.
3. Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan
larangan Allah Swt dianjurkan untuk (dalam garis miring):
tidak mengikuti kegiatan-kegiatan natal.

Jakarta, 1 Jumadil Awal 1401 H./ 7 Maret 1981
M. KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua (K.H.M. Syukri Ghozali),
Sekretaris (Drs. H. Masudi)

--------
*) Catatan: Dalam fatwa itu, ayat-ayar Al Quraan yang
disebutkan tadi ditulis lengkap dalam Bhs Arab
dan terjemahannya, Bhs Indonesia.

Situs asli: http://www.mui.or.id/b3_28.htm




Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda