Senin, 10 November 2008

KRISTENISASI GLOBAL DATANG MENGANCAM

Pemeluk Islam disebut-sebut mengalami penurunan yang signifikan. Benarkah terjadi gelombang Kristenisasi?

M ajalah Time edisi 30 Juni 2003 lalu, menurunkan tema unik yang mengundang perhatian tersendiri. Dalam edisi yang bergambar Salib emas yang sedang digenggam tersebut, Time menurunkan judul Should Christians Convert Muslim? Haruskah Kristen menarik Muslim? Kira-kira begitu terjemahan bebasnya.


Dalam edisi tersebut dituliskan berbagai kiprah dan kemajuan gerakan Kristenisasi di berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia. Bahkan, dalam peta yang dilampirkan, negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, Brunei, India dan Nigeria termasuk negara-negara dengan jumlah misionaris dan penginjil tertinggi. Dicantumkan dalam peta tersebut, jumlah penginjil dan misionaris yang tersebar di Indonesia diperkirakan 4.001 sampai 10.000 orang aktivis.

Angka di atas adalah data resmi yang bisa terdeteksi. Namun bisa jadi, jumlah yang sebenarnya jauh dari angka yang disebutkan oleh Time. Dengan jumlah dan gerakan yang masif seperti itu, dapat dibayangkan berapa besar angka rekruitmen yang mereka lakukan.

Salah satu cara menarik yang diungkap Time dalam gerakan Kristenisasi ini adalah pendistribusian film-film tentang Jesus ke berbagai negara. Disebutkan, hingga saat ini film-film tersebut telah ditransfer ke dalam 830 bahasa masyarakat yang hidup di dunia. Film-film tersebut didistribusikan dalam format VCD, DVD dan berbagai format lain yang memungkinkan dijangkau oleh penduduk lokal yang menjadi tujuan.

Selain cara dan jumlah Kristenisasi, Time edisi akhir Juni tersebut juga mengutip beberapa pendapat yang menyudutkan Islam dan Rasulullah. Misalnya saja pernyataan yang mengatakan, Yesus bangkit dari kematian dan hidup. Tapi Muhammad tidak, ia mati. Islam teroris dan beberapa pernyataan lain. Satu pernyataan yang tak pantas justru diucapkan oleh seorang petinggi pemerintahan Amerika Serikat. John Aschroft, Jaksa Agung Amerika mengatakan, Islam adalah agama dimana Tuhan memintamu mengorbankan anakmu untuk-Nya. Sedangkan dalam Kristen, Tuhan mengutus anak-Nya untuk berkorban demi kamu.

Jika penghinaan dan pernyataan yang menyudutkan tentang Islam, mungkin sudah bukan berita baru lagi. Tapi benarkah, negara-negara dengan penduduk mayoritas Islam telah bergeser dan berubah? Pdt. Natan Setiabudi, Ketua Persatuan Gereja Indonesia mengiyakan asumsi peningkatan jumlah umat Kristiani. Tanpa menyebut angka, Natan mengatakan bahwa terjadi peningkatan yang cukup signifikan. “Saya tidak tahu persis angka dan persentasenya. Tapi, berdasarkan data keanggotaan, memang terjadi peningkatan setiap tahunnya,” ujar Natan.


Natan juga menambahkan bahwa peningkatan tersebut wajar dan sah-sah saja. “Secara umum, perubahan-perubahan dan peningkatan jumlah pemeluk agama, apapun agamanya, secara universal dan undang-undang dijamin keabsahannya,” ujarnya.

Benarkah terjadi peningkatan? Seberapa besar jumlahnya? Sekretaris Majelis Ulama Indonesia, Ichwan Syam mengatakan, dirinya menganggap pernyataan tentang peningkatan-peningkatan tersebut hanya klaim-klaim semata, tanpa kejelasan data valid. “Kami tidak terlalu peduli dengan klaim-klaim seperti itu. Karena klaim tersebut sifatnya mengejar target-target kelembagaan yang menyangkut donor dana dan macam-macam. Maka harus ditulislah laporan yang menggembirakan,” tandas Ichwan Sam.

Lebih jauh Ichwan mengatakan, yang lebih penting dari itu semua adalah menumbuhkan kesadaran demografis yang dimiliki oleh umat Islam. “Kesadaran demografis ini yang akan membuat umat nanti waspada. Sehingga, jika suatu saat muncul klaim-klaim serupa, umat sendiri yang akan meneliti dan mencari tahu sejauh mana kebenaran beritanya,” terangnya. Ichwan menambahkan, kesadaran tersebut perlu dimunculkan karena selama ini masih terjadi ketidakjelasan data-data, khususnya yang menyangkut masalah keagamaan.

“Dulu memang ada kecenderungan menyembunyikan data-data, khususnya yang berkaitan dengan agama. Katanya sih, ada hal-hal yang sensitif. Jadi ketika ada orang-orang yang ingin mengakses, bahkan kaum akademisi seperti dosen dan mahasiswa, mereka selalu dihalang-halangi,” Ichwan menerangkan. Salah satu alasan pengekangan data ini menurut Ichwan adalah, pendekatan security yang dijalankan oleh Orde Baru.

Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah pemeluk Islam pada sensus yang dilakukan tahun 1990 sebesar 87,7% dari total penduduk Indonesia, baik yang tinggal di pedesaan maupun perkotaan. Sedangkan pada sensus tahun 2000, terjadi peningkatan sebesar 0,2% menjadi 87,9% dari jumlah penduduk.

Sementara itu, jumlah pemeluk Kristen pada tahun 1990 sebesar 5,8 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Tahun 2000, terjadi penurunan menjadi 5,7%. Sedangkan pemeluk Katolik, pada tahun 1990 tercatat sebanyak 3,2% dari jumlah penduduk Indonesia. Pada tahun 2000, terjadi peningkatan pada pemeluk Katolik menjadi 3,3% dari total penduduk Indonesia.

Tapi, meski jumlah pemeluk Islam masih pada urutan teratas, ada ironi-ironi lain yang membuat jumlah tersebut menjadi angka rawan. Misalnya saja pada kategori jumlah pemeluk agama yang masih buta huruf, lebih dari 11% umat Islam masih belum bisa baca tulis. Angka tersebut lebih tinggi dibanding dengan pemeluk Kristen atau pun Katolik.

Dalam kategori lain seperti jumlah pengangguran misalnya, umat Islam tercatat sebagai kelompok dengan angka tertinggi tingkat penganggurnya. Pada tahun 2000 jumlah penganggur laki-laki yang beragama Islam tercatat sebesar 5,4% dan jumlah penganggur perempuan 6,1%. Sementara itu, dalam kelompok agama lain, Katolik pada tahun 2000 tercatat hanya 3,4% untuk kelompok laki-laki dan 3,1% untuk perempuan.

Kategori-kategori seperti di atas cukup menentukan dalam jumlah perkembangan atau penurunan angka pemeluk agama. Umat Islam yang buta huruf dan tingkat ekonomi yang rendah bisa menjadi kelompok paling rawan menjadi korban invansi agama lain. Dan ini menjadi PR paling besar sebagian umat Islam lain yang lebih mampu. Karena seperti yang disabdakan Rasulullah, sesungguhnya kefakiran itu mendekatkan orang kepada kekafiran. Sudahkah kita memberikan perhatian yang cukup?

Herry Nurdi
Sabili.co.id

0 komentar:

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda